Inseminasi buatan adalah memasukkan seperma sapi jantan ke saluran reproduksi sapi betina dengan bantuan manusia.ternak sapi beranak kembar
Kenapa harus IB? Karena tingkat keberhasilan sapi bunting dengan IB lebih tinggi daripada kawin alami. Kawin alami maksudnya sapi betina dikawini secara langsung oleh sapi pejantan.
Akan tetapi, sepertinya, satu – satunya cara agar sapi beranak kembar adalah dengan kawin menyuntikkan atau inseminasi buatan.
Setidaknya ada lima faktor, yaitu.
Baik itu sapi kawin alami atau IB, peluang pedet lahir jantan atau betina adalah sekitar 50:50.
Dan, saran saya apapun jenis kelamin pedet yang kita peroleh, harus disyukuri. Iri boleh tapi sebentar saja.agas ternak sapi beranak kembar.
Wong..lama hamilnya sama, sama – sama diberi makan, tapi hasilnya berbeda. Harga pedetan jantannya beda jauh dengan pedet betina. Kusus untuk sapi potong, kalau sapi perah, pedetan betina lebih berharga.
Untuk mengurangi rasa iri terhadap rejeki tetangga, sekarang IB sudah bisa memilih jenis kelamin yang diinginkan. Artinya tidak 100% kita bisa dapat pedet jantan atau betina, tapi peluangnya bisa ditingkatkan.
Caranya adalah:
Seharusnya setiap petugas IB cepat bisa menyediakan jasa IB dengan bibit sexing. Karena bibit sapi unggul dari BBIB Singosari Malang sudah terdistribusi hampir merata di Seluruh Indonesia.
Penanganan dari jerami ini rata – rata dipegang oleh dinas peternakan setempat. Tapi ada juga yang perseorangan ataupun PT.
Harga sedotan beku sendiri sebenarnya juga murah. Ini ada daftar harga dari BBIB Singosari.
Jenis sapi | Tanpa seks | seks |
Sapi Potong | Rp. 7.000 | Rp. 36.000 |
FH kelas B | Rp. 7.000 | Rp. 36.000 |
FH Kelas A | Rp. 8.000 | Rp. 40.000 |
FH terbukti Baginda | Rp. 9.000 | Rp. 45.000 |
Banteng Elit FH | Rp. 12.000 | Rp. 60.000 |
Kambing | Rp. 7.000 | Rp. 36.000 |
Ikan | Rp. 15.000 | Tidak ada |
Selain BBIB Singosari, ada juga BBIB Lembang Bandung. Tapi, tidak ada informasi yang terbuka di profil websitenya.
Mungkin saja, yang membuat IB ini menjadi lebih mahal karena ada biaya buat petugas IB nya.
Tapi jasa petugas sangat perlu dihargai. Karena jika sapi berhasil bunting, biayanya sangat kecil dibandingkan dengan pedet yang kita dapat.
Seandainya IB baru berhasil setelah 2 kali atau lebih, tetap saja biayanya masih kecil dibandingkan harga pedetan.
Terbukti atau tidak, IB dengan bibit straw sexing ini bisa meningkatkan peluang untuk jenis kelamin pedet yang lahir.
Tetap ada kelemahan dan kelebihan. Jika kita faham dengan hal tersebut, seharusnya kita sudah siap menerima resiko yang kemungkinan akan terjadi.
Kita akan melihat beberapa data yang bisa kita gunakan untuk mendukung dan menjamin tentang IB sexing ini.
Faktanya, jenis kelamin pada seperma dipengaruhi oleh kromosom X dan Y pada DNA-nya.
Jika seperma dengan kromosom X membuai sel telur, akan menghasilkan embrio dengan kelamin betina.
Sedangkan seperma dengan kromosom Y + sel telur akan menghasilkan embrio dengan jenis kelamin jantan.
Faktanya lagi, kromosom X dan Y pada seperma ini sudah bisa dipisahkan. Artinya, kita bisa menghendaki IB dengan seperma kromosom X jika ingin pedet betina dan straw kromosom Y jika ingin mendapat pedet jantan.
Pemisahan antara X dan Y ini dilukiskan kepada para ahli. Kita serahkan urusan ribet dan njlimet ini pada para pakarnya.
Data yang pertama ini lebih menitik beratkan pada metode pemisahan antara kromosom X dan Y nya. Tapi kita tetap bisa mengambil informasi seberapa berhasilkah IB sexing ini.
Supaya lebih mudah kita bisa melihat pada tabel di bawah ini.
TIDAK | Sedotan | Jumlah | Hamil | Keterangan |
1 | Tidak berhubungan seks | 10 | 9 | 1 |
2 | Seks X | 10 | 10 | Sephadex g 200 |
3 | seksing y | 10 | 6 | Gradien putih telur |
4 | Seks X | 10 | 4 | Gradien putih telur |
Data kehamilan sapi diambil 63 hari setelah IB dilakukan. Artinya sudah melewati 3 kali siklus birahi sapi. Jadi, sapi sudah benar – benar positif hamil.
Mengenai sephadex dan gradien putih telur, itu hanyalah media atau bahan yang digunakan selama kelemahan sperma X dan Y. Dan Sephadex itu hanyalah merknya.
Kita menganggap saja bahan putih telur tidak bagus dari hasil sephadex. Meskipun demikian, seperma yang sudah dikecualikan tetap memberikan peluang yang bagus untuk berhasilnya IB.
Karena sampel sapinya masing – masing hanya berjumlah 10 ekor, mari kita lihat yang jumlahnya lebih banyak.
Kemudian ada penelitian yang dilakukan pada tahun 2013.
Penelitian ini untuk menguji tingkat keberhasilan IB dengan sexing. Sapi yang diuji adalah sapi PO sebanyak 54 ekor.
Dan hasilnya secara singkat bisa kita lihat pada tabel di bawah ini.
TIDAK. | Jerami Beku | Jumlah sapi | Hamil (NRR 63) |
1 | Tidak berhubungan seks | 27 | 20 |
2 | seksing y | 27 | 16 |
Sama seperti pada data pertama, data kehamilan sapi diambil setelah 63 hari.
Kita bisa mengamati data di atas, bahwa tingkat keberhasilan IB non sexing lebih tinggi daripada yang sexing Y (jantan).
Dalam melakukan sexing IB, banyak hal teknis yang mempengaruhi rendahnya keberhasilannya.
Nanti akan kita bahas.
Kita lanjutkan ke data berikutnya.
Data ketiga ini tidak jauh berbeda dengan data yang ke dua. Jumlah total sapi yang diteliti sebanyak 54 ekor sapi PO betina. Lokasi di wilayah kab. Tuban.
Setengahnya di IB dengan straw beku non sexing dan setengahnya lagi dengan staw beku sexing. Sayangnya, tidak ada informasi sedotan beku sexingnya X atau Y.
Tingkat keberhasilan dinyatakan dengan NRR 42 (non return rate). Artinya jumlah sapi yang tidak minta kawin lagi (tidak birahi) setelah dilakukan IB pertama.
TIDAK | Semen Beku | NRR 42 |
1 | Tidak berhubungan seks | 83,87% |
2 | seks | 69,56 % |
Kasusnya sama seperti pada data no 2.
Hasil ini menunjukkan keberhasilan sapi untuk bunting dengan straw sexing lebih rendah daripada straw beku non sexing.
TIDAK |
jerami Beku | Jumlah sapi | NRR63 | C/R |
1 | Tidak berhubungan seks | 49 | 37 ekor | 32 ekor |
2 | seksing y | 49 | 33 ekor | 27 ekor |
Keterangan:
Data yang ke empat ini total sapinya ada 98 ekor. Ini yang terbanyak.
NRR 63 adalah jumlah sapi yang tidak menunjukkan birahi lagi setelah 63 hari dari IB pertama.
Jumlahnya pada straw beku non sexing lebih banyak daripada IB sexing.
C/R adalah sapi yang langsung berhasil bunting pada IB pertama.
Bedanya NRR dengan C/R apa?
Misalnya kita ambil no 1 dari data 4.
Sapi yang tidak menunjukkan tanda birahi lagi setelah 63 hari ada 37 ekor.
kemungkinan besar semuanya bunting. Akan tetapi, belum tentu. Harus diperiksa dan dipastikan. Bisa dengan alat atau dengan palpasi rektal.
Yang menjadi masalah adalah ketika sapi tidak menunjukkan birahi lagi dan tidak hamil. Ini perlu diperiksakan.
Sedangkan C/R adalah sapi yang sudah positif hamil saat dilakukan IB pertama kali. Untuk sedotan non sexing besarnya 65%.
Sedangkan jerami sexing, besarnya 55%. Berarti ada peluang gagal sebanyak 45%. Ini potensi kegagalan yang besar lho.
Meskipun spermatozoa sudah diseleksi untuk lahir jantan, ketika sapi berhasil bunting, kelahiran tidak 100% jantan.
Tetap ada kemungkinan akan lahir pedet betina. Meskipun persentasenya kecil.
Dari penelitian yang dilakukan di Sulawesi Tenggara, keberhasilan spermatozoa dan benar – benar melahirkan jantan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Umur sapi | Jumlah | Bendera | Lahir jantan | Lahir betina |
3 – 4 | 32 | 26 | 20 | 6 |
5 – 6 tahun | 31 | 20 | 16 | 4 |
Pada sapi yang lebih muda, spermatozoa Y berpeluang lahir benar – benar jantan sebanyak 77%. Sedangkan pada sapi yang lebih tua lebih tinggi, yaitu 80%.
Tapi, tidak bisa disimpulkan kalau sapi tua lebih bagus dalam ib sexing jantan. Kalau kita lihat presentasi kebuntingan, jumlah sapi tua lebih sedikit dari sapi muda.
Dengan kata lain, IB pada sapi tua lebih banyak yang gagal dibandingkan sapi muda.
Yang perlu diketahui dan disadari dari konsumen IB adalah straw beku yang telah disexing kualitasnya lebih rendah dibandingkan straw yang non sexing.
Karena kualitasnya lebih rendah, maka keberhasilannya pun di bawah IB non sexing. Konsumen harus berani menanggung risiko gagalnya.
Karena jika berhasil, konsumen juga mendapatkan apa yang mereka inginkan. Yaitu pedet jantan (untuk pedaging) atau pedet betina (untuk sapi perah).
Bahkan pada data 2, sexing IB dilakukan dengan dosis ganda. Dan hasilnya masih di bawah non sexing.
Secara kualitas, straw beku sexing dari BBIB singosari tidak perlu diragukan lagi. Karena pasti sudah memenuhi standar minimal sebelum didistribusikan.
Persoalannya kemudian berada di teknis lapangan. Pengangan strawnya.
Dari data keempat di atas, salah satu dugaan adanya kegagalan adalah karena adanya kematian dini pada embrio.
Selain itu, posisi IB juga sangat mempengaruhi. Posisi IB pada angka 4+ bisa lebih tinggi dari posisi IB 4.
Posisi 4+ Yaitu menembak sedotan pada badan uterus atau cornu uterina, penentuan ini dapat dilakukan dengan palpasi parektal dengan merasakan gun IB telah melewati cincin ke 4 servik saat menembak sedotan.
Sedangkan p osisi 4 yaitu penembakan sedotan pada cincin ke empat servik atau mulut rahim, ini biasanya dilakukan dengan meraba servik dan merasakan gun IB.
Ini petugas IB yang lebih faham karena terlibat langsung dengan organ reproduksi sapi.
Jika kita lihat pada data – data di atas, hampir semua penelitian menghasilkan IB sexing sekitar 60% yang berhasil.
Penelitian juga cukup tersebar di berbagai lokasi peternakan yang berbeda dan wilayah juga berbeda.
Mungkin ada yang mengatakan angka berhasilnya lebih tinggi. Namun faktanya kondisi sapi betina di lapangan sangat beragam.
Dalam penelitian sapi lebih mudah untuk dikondisikan karena jumlahnya sedikit. Lagi pula, biaya pakan sapi ditanggung lembaga. Tidak ada kekhawatiran akan kekurangan pakan.
Inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa IB menjadi gagal.
Saya akan mencantumkan apa saja yang bisa menyebabkan IB menjadi gagal.
Skor tubuh ideal untuk sapi betina adalah 4 – 6 (skala amerika). Kondisi tubuh pada skor ini adalah sedang – sedang saja.
Sapi tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk. Kalau dilihat, tulang rusuknya tidak kelihatan, tapi kalau diraba tulangnya terasa.
Bedanya dengan yang gemuk, kalau sapi gemuk perlu sedikit ditekan baru terasa tulang rusuknya.
Untuk mendapatkan skor tubuh yang ideal, berarti sapi harus mendapatkan pakan yang berkualitas.
Skor sapi yang rendah bisa menyebabkan birahi lemah, sehingga perkawinan harus dilakukan lebih dari satu kali.
Pemberian pakan harus ditingkatkan ketika sapi sedang bunting. Kebanyakan kegagalan IB disebabkan oleh faktor ini.
Sapi setelah di IB tidak mendapat nutrisi yang mencukupi.
Ini bisa menyebabkan kematian pada embrio, abortus dan mumifikasi janin.
Perawatan ketika sapi hamil juga harus hati – hati. Pada data 1 IB non sexing, dari 10 sapi hanya 9 yang berhasil hamil.
Satu ekor yang tidak jadi hamil dilaporkan karena terpeleset dan jatuh, sehingga terjadi keguguran.
Oleh karena itu, yang berencana menjual sapi hamil ke pasar, hati – hati saat menaikkan dan menurunkan sapi.
Jangan lupa juga kebersihan kandang juga perlu diperhatikan agar sapi beranak jantan. Serangan pribadinya dan infeksi bakteri maupun virus akan menyebabkan permasalahan yang lebih rumit lagi.
Saya kira seperti ini dulu cara agar sapi beranak jantan. Semoga ada manfaatnya.
Saya melakukan semua usahanya lancar, selamet dan sehat ternaknya.